Ketegangan di Jalur Gaza semakin meningkat setelah Israel secara resmi memasukkan Rafah ke dalam zona keamanan militer. Langkah ini langsung memicu peringatan keras dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyebut bahwa dua pertiga wilayah Gaza kini tak lagi aman untuk dihuni. Situasi ini menambah penderitaan warga sipil yang sudah terjebak dalam konflik berkepanjangan.
Rafah Jadi Target Baru, Krisis Kemanusiaan Memburuk
Rafah, yang selama ini menjadi tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari satu juta warga Gaza, kini justru menjadi target baru militer Israel. Dengan dalih memburu kelompok militan, Israel menetapkan Rafah sebagai bagian dari zona militer terlarang, yang artinya siapa pun yang berada di wilayah itu dianggap sebagai potensi ancaman.
Akibatnya, ribuan warga sipil kembali dipaksa mengungsi ke wilayah yang semakin sempit, tanpa jaminan keamanan maupun akses memadai ke bantuan kemanusiaan.
“Jika Rafah jatuh, maka tidak ada lagi tempat aman di Gaza,” tegas perwakilan PBB dalam pernyataan resminya.
PBB: Dua Pertiga Gaza Kini ‘Zona Terlarang’
Menurut laporan terbaru dari PBB, sekitar 66% wilayah Gaza kini telah diklasifikasikan sebagai ‘tidak layak huni’ karena masuk ke dalam zona operasi militer Israel. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat Gaza merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya, dengan akses terbatas terhadap makanan, air bersih, listrik, dan layanan kesehatan.
PBB juga memperingatkan bahwa operasi militer di Rafah dapat menyebabkan bencana kemanusiaan yang lebih besar, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, dan lansia. Banyak rumah sakit dan fasilitas pengungsian yang berada di area tersebut kini terancam lumpuh.
Reaksi Dunia Internasional: Desakan Gencatan Senjata Kembali Menguat
Langkah agresif Israel ini kembali memicu gelombang kritik dari berbagai negara dan organisasi internasional. Banyak pihak menilai bahwa tindakan ini melanggar hukum humaniter internasional karena menyasar wilayah sipil yang padat tanpa memberi jalur evakuasi yang aman.
Sejumlah negara seperti Turki, Qatar, dan beberapa anggota Uni Eropa mendesak Israel untuk segera menghentikan operasi di Rafah dan memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan. Amerika Serikat pun mulai menyuarakan kekhawatiran mereka atas situasi yang terus memburuk di lapangan.
Kesimpulan: Gaza Kehilangan Ruang Aman, Dunia Tak Boleh Diam
Dengan ditetapkannya Rafah sebagai bagian dari zona keamanan militer Israel, harapan warga Gaza untuk bertahan hidup menjadi semakin tipis. Dunia internasional harus bersuara lebih lantang, bukan hanya mengecam, tetapi juga mengambil langkah konkret untuk menghentikan penderitaan rakyat Palestina.
Setiap hari yang berlalu tanpa tindakan berarti, adalah hari di mana lebih banyak nyawa tak berdosa terancam hilang. Gaza butuh perlindungan, bukan pengepungan.