Dalam perkembangan terbaru yang mengejutkan dunia, serangan Israel ke Jalur Gaza kembali menelan ratusan korban jiwa. Sebanyak 146 warga Palestina dilaporkan tewas dalam kurun waktu 24 jam terakhir akibat gempuran udara dan artileri yang menyasar berbagai wilayah padat penduduk, termasuk kota Rafah dan Khan Younis.
Serangan Tak Pandang Bulu
Wilayah Gaza kembali dilanda kehancuran besar setelah Israel meluncurkan serangan udara yang menghantam rumah-rumah penduduk, sekolah, rumah sakit, dan tempat pengungsian. Rafah, yang sebelumnya dianggap sebagai tempat relatif aman bagi para pengungsi, kini berubah menjadi wilayah mematikan. Di antara korban tewas, banyak adalah perempuan dan anak-anak.
Laporan dari organisasi HAM menyebutkan bahwa tidak ada peringatan sebelum serangan dilancarkan, membuat warga sipil tidak sempat menyelamatkan diri.
Gaza di Ambang Kehancuran
Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin kritis. Fasilitas kesehatan lumpuh, rumah sakit kekurangan listrik, bahan bakar, dan obat-obatan. Korban luka-luka hanya mendapatkan perawatan seadanya karena kapasitas ruang rawat sudah jauh melebihi batas. Ribuan warga kini hidup tanpa air bersih dan makanan yang cukup.
Organisasi internasional seperti WHO dan UNICEF mendesak adanya gencatan senjata segera dan pembukaan akses bantuan kemanusiaan yang aman dan berkelanjutan.
Kecaman dan Solidaritas Internasional
Banyak negara di dunia bereaksi keras terhadap meningkatnya agresi Israel. Negara-negara seperti Turki, Malaysia, Iran, dan Afrika Selatan mengeluarkan kecaman diplomatik dan menyerukan tindakan segera dari PBB. Aksi unjuk rasa solidaritas untuk Palestina kembali meluas di kota-kota besar dunia, menuntut penghentian kekerasan dan keadilan bagi rakyat Palestina.
Meski begitu, belum ada keputusan tegas dari Dewan Keamanan PBB yang mampu menghentikan konflik ini secara langsung.
Harapan di Tengah Kegelapan
Rakyat Gaza kini menaruh harapan pada dukungan internasional untuk mendorong terciptanya gencatan senjata permanen. Namun, selama kekerasan masih terus berlangsung dan korban terus berjatuhan, harapan itu seolah terabaikan.
Perlu adanya kesadaran kolektif bahwa konflik ini bukan sekadar masalah politik dan keamanan, melainkan tragedi kemanusiaan yang memerlukan penyelesaian mendesak demi menyelamatkan nyawa yang masih tersisa.
4o