Komisi III DPR RI meminta aparat kepolisian untuk menggunakan cara yang lebih humanis saat membubarkan aksi demonstrasi. Permintaan ini muncul setelah berbagai insiden yang menunjukkan penggunaan kekuatan berlebihan dalam penanganan massa. Dengan pendekatan yang lebih persuasif, diharapkan hak kebebasan berpendapat tetap terlindungi tanpa mengorbankan ketertiban umum.
Mengapa Polisi Harus Mengedepankan Pendekatan Humanis?
Demonstrasi merupakan hak konstitusional yang dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam demokrasi, aksi unjuk rasa adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang harus dihormati oleh negara. Oleh karena itu, penggunaan kekerasan berlebihan dalam pembubaran massa bisa merusak citra kepolisian dan mencederai prinsip demokrasi.
Komisi III menekankan bahwa cara-cara yang lebih humanis akan memberikan beberapa manfaat, antara lain:
✔ Mencegah eskalasi konflik antara demonstran dan aparat.
✔ Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian.
✔ Memastikan hak asasi manusia tetap dihormati.
✔ Mengurangi potensi korban luka atau kerusakan fasilitas umum.
Kasus-Kasus Kekerasan Polisi dalam Pembubaran Demonstrasi
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi berbagai insiden di mana aparat menggunakan gas air mata, pentungan, dan water cannon secara berlebihan untuk membubarkan aksi demonstrasi. Beberapa kasus yang menjadi sorotan antara lain:
- Aksi demonstrasi mahasiswa 2019, di mana banyak mahasiswa mengalami luka-luka akibat bentrokan dengan aparat.
- Demonstrasi buruh menolak UU Cipta Kerja, yang berujung pada tindakan represif terhadap massa aksi.
- Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, yang diwarnai dengan tindakan kekerasan oleh oknum polisi.
Insiden-insiden ini menunjukkan bahwa tanpa pendekatan humanis, demonstrasi yang seharusnya damai bisa berubah menjadi bentrokan yang merugikan semua pihak.
Bagaimana Cara Humanis yang Bisa Diterapkan?
Komisi III DPR RI memberikan beberapa rekomendasi kepada kepolisian agar dapat menangani aksi demonstrasi dengan lebih baik:
1. Mengedepankan Dialog dan Negosiasi
Sebelum membubarkan massa, aparat harus lebih dulu berkomunikasi dengan koordinator aksi untuk mencari solusi damai. Pendekatan ini bisa mencegah tindakan anarkis dan menjaga situasi tetap terkendali.
2. Menghindari Penggunaan Kekerasan Berlebihan
Polisi harus memahami bahwa demonstrasi bukan musuh negara. Oleh karena itu, penggunaan gas air mata, pentungan, dan water cannon harus menjadi opsi terakhir setelah semua pendekatan persuasif dilakukan.
3. Memastikan Keselamatan Demonstran dan Aparat
Kepolisian harus memastikan bahwa dalam setiap aksi demonstrasi, baik massa aksi maupun petugas berada dalam kondisi aman. Penggunaan kekerasan justru akan memperburuk situasi dan memancing perlawanan dari demonstran.
4. Mengedepankan Edukasi dan Sosialisasi
Aparat perlu diberi pelatihan khusus tentang cara menangani demonstrasi dengan pendekatan yang lebih humanis. Selain itu, masyarakat juga perlu diberikan pemahaman mengenai batasan dalam menyampaikan pendapat di muka umum.
Kesimpulan: Polisi Harus Menjadi Pengayom, Bukan Pemukul
Permintaan Komisi III agar kepolisian lebih humanis dalam membubarkan pendemo adalah langkah yang sangat penting untuk menjaga demokrasi. Dengan pendekatan yang lebih persuasif dan tanpa kekerasan berlebihan, polisi bisa tetap menjalankan tugasnya sebagai pengayom masyarakat tanpa mencederai hak asasi manusia.
Demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Polisi dan masyarakat harus bisa saling memahami agar kebebasan berpendapat tetap terlindungi tanpa mengorbankan keamanan dan ketertiban. Bagaimana menurut Anda? Apakah polisi sudah cukup humanis dalam menangani demonstrasi?