Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang saat ini sedang dibahas menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Banyak yang menilai bahwa perubahan dalam revisi ini berpotensi melemahkan demokrasi, memperluas peran militer di luar tugas utamanya, dan mengancam profesionalisme TNI. Oleh karena itu, banyak pihak mendesak agar revisi UU TNI ini dibatalkan.
Apa saja alasan utama di balik tuntutan ini? Simak pembahasannya berikut ini!
1. Potensi Kembalinya Militer ke Ranah Sipil
Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah pelibatan TNI dalam tugas-tugas di luar pertahanan negara. Dalam revisi UU TNI, ada pasal yang memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan di instansi sipil, seperti kementerian atau lembaga negara lainnya.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena:
- Bertentangan dengan reformasi TNI 1998, yang bertujuan membatasi keterlibatan militer dalam urusan sipil.
- Dapat mengganggu sistem pemerintahan sipil, karena militer seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan birokrasi.
- Berpotensi memunculkan konflik kepentingan antara militer dan pejabat sipil.
2. Melemahkan Prinsip Profesionalisme TNI
TNI sebagai institusi pertahanan harus tetap profesional dan netral. Jika prajurit aktif diberi kewenangan untuk masuk ke ranah sipil, dikhawatirkan akan terjadi:
- Politisasi militer, di mana anggota TNI bisa digunakan untuk kepentingan politik tertentu.
- Menurunnya fokus dalam tugas utama, yaitu menjaga kedaulatan dan pertahanan negara.
- Ketimpangan dalam sistem pemerintahan, karena militer bisa memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan lembaga sipil lainnya.
Profesionalisme TNI harus tetap dijaga agar tidak kembali ke model Orde Baru, di mana militer memiliki peran dominan dalam pemerintahan.
3. Berpotensi Melanggar Prinsip Demokrasi
Salah satu prinsip utama dalam demokrasi adalah supremasi sipil atas militer. Artinya, kebijakan pemerintahan harus tetap berada di bawah kendali sipil, bukan militer. Namun, dengan adanya revisi UU TNI yang memperluas peran militer di berbagai bidang, ada potensi militer menjadi lebih dominan dalam pemerintahan.
Beberapa dampak negatif yang bisa terjadi antara lain:
- Menurunnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan.
- Meningkatnya potensi penyalahgunaan kekuasaan, terutama jika militer memiliki kewenangan lebih besar.
- Melemahkan kontrol sipil terhadap militer, yang bisa mengarah pada kembalinya dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru.
4. Tidak Sejalan dengan Reformasi Sektor Keamanan
Sejak reformasi 1998, Indonesia telah melakukan berbagai perubahan dalam sektor keamanan, termasuk memisahkan TNI dan Polri serta membatasi peran militer dalam pemerintahan. Jika revisi UU TNI tetap diberlakukan, maka:
- Akan terjadi kemunduran dalam reformasi sektor keamanan.
- Masyarakat sipil bisa kehilangan kendali atas kebijakan keamanan nasional.
- TNI berisiko menjadi lebih dominan dibandingkan lembaga sipil lainnya.
Untuk menjaga demokrasi dan supremasi hukum, reformasi sektor keamanan harus tetap dijaga dan tidak boleh mundur ke belakang.
Kesimpulan: UU TNI Perlu Dibatalkan untuk Menjaga Demokrasi
Revisi UU TNI yang memperluas kewenangan militer di luar tugas pertahanan berisiko melemahkan demokrasi, mengancam profesionalisme TNI, dan berpotensi menghidupkan kembali sistem militerisme dalam pemerintahan. Untuk itu, banyak pihak menilai bahwa revisi ini harus dibatalkan demi menjaga keseimbangan antara kekuatan sipil dan militer.
Sebagai masyarakat, kita harus terus mengawasi kebijakan ini agar demokrasi Indonesia tetap berjalan di jalur yang benar. Apakah Anda setuju bahwa revisi UU TNI sebaiknya dibatalkan?